UMKM Butuh Keberpihakan Perbankan

 

JAKARTA -- Porsi pembiayaan kredit dari perbankan untuk para pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) masih minim. Masih terdapat sejumlah kendala bagi UMKM dalam mengakses kredit perbankan, salah satunya mengenai persyaratan agunan.
Perbankan diharapkan dapat mempermudah akses kredit bagi UMKM. Apalagi, UMKM memegang peranan penting bagi perekonomian nasional.

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki dalam Rapat Kerja bersama Komisi VI DPR, Selasa (14/2) memaparkan, sepanjang 2020 realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) klaster dari perbankan untuk UMKM mencapai Rp 4,8 triliun. Sedangkan KUR Reguler sebesar Rp 365,5 triliun. Jumlah KUR UMKM dinilai Teten masih sangat kecil dibandingkan negara lain.

"Kita perlu iri ke Malaysia, Thailand karena kredit bank lebih dari 40 persen untuk UMKM. Di Korea Selatan 81 persen kredit untuk UMKM. Kita, UMKM yang sediakan 97 persen lapangan kerja dan memiliki kontribusi terhadap PDB sebesar 60 persen, porsi kredit dari bank baru 20 persen," kata Teten.
Pada tahun ini, Teten memproyeksikan peningkatan porsi kredit perbankan terhadap UMKM hanya naik ke level 21 persen. Pihaknya pun tak yakin target 30 persen atau sekitar Rp 1.800 triliun kredit bank untuk UMKM tahun 2024 bisa tercapai.

Sebab, Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) pun telah memproyeksi capaian tertinggi peningkatan kredit untuk UMKM di antara 23 persen hingga 24 persen.

"Saya tidak terlalu yakin di 2024 bisa tercapai, sehingga harus ada pendekatan baru. Penyaluran kredit dari bank selama ini masih terkendala karena menerapkan collateral (agunan)," katanya.

 
Harus ada pendekatan baru untuk meningkatkan penyaluran kredit bank terhadap UMKM.
TETEN MASDUKI, Menkop UKM 
 

Padahal, menurut Teten, UMKM hampir dapat dibilang tidak memiliki aset yang bisa diagunkan untuk digunakan dalam mengajukan kredit perbankan. Ia mengusulkan agar UMKM bisa menggunakan credit scoring yang terdata melalui teknologi digital sebagai pengganti syarat agunan.

Skema tersebut seperti yang digunakan perusahaan teknologi keuangan atau fintech dalam memberikan pinjaman kepada debitur. Bahkan, Teten menyebut fintech bisa memberikan pinjaman hingga Rp 10 miliar tanpa agunan. Dengan begitu, perbankan pun dapat bersaing dan terus meningkatkan porsi pembiayaannya kepada pelaku UMKM di Indonesia.

Teten menambahkan, pemerintah pada tahun ini mengalokasikan KUR sebesar Rp 460 triliun, naik dari alokasi tahun lalu Rp 373 triliun. Ia berharap, ada dukungan dari Bank BUMN untuk membantu peningkatan pembiayaan bagi UMKM.

"Jadi perlu pendekatan baru supaya semakin banyak UMKM yang mengakses perbankan kita, dan kita bisa kurangi UMKM yang masih unbankable," ujar Teten.
Menteri BUMN Erick Thohir dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR pada Senin (13/2) telah menyinggung soal rencana kredit murah bagi UMKM, khususnya pelaku usaha mikro. Dalam rapat itu, Erick mengusulkan bunga pinjaman nol persen bagi pelaku usaha mikro di Indonesia.
"Upaya untuk penurunan bunga pinjaman bagi pelaku usaha ultra mikro, kita mengusulkan tentu ekstrem, yakni bunga nol persen," ujar Erick.

Menurut dia, usulan terkait bunga pinjaman nol persen sudah disampaikan kepada gubernur Bank Indonesia. "Ini juga sudah mendapatkan dukungan langsung daripada pemerintah, khususnya bapak Presiden Joko Widodo karena sudah ada rapat terbatasnya," ujarnya.

BUMN, menurut Erick, akan berupaya mendorong bunga nol persen tersebut bisa menjadi kenyataan. "Jangan sampai kesannya bahwa pelaku usaha besar mendapatkan bunga pinjaman jauh lebih murah daripada pelaku usaha ultramikro. Ini yang kita coba seimbangkan," katanya.

Pendanaan alternatif

Untuk mengakselerasi bisnis UMKM, Kementerian Koperasi dan UKM mengaku, sedang menyiapkan perluasan akses pendanaan bagi UKM lewat penerbitan surat utang kolektif melalui lembaga securities crowdfunding (SCF).

Asisten Deputi Pembiayaan dan Investasi Kemenkop UKM Temmy Satya Permana mengatakan, pihaknya telah melakukan pembahasan bersama Asosiasi Layanan Urunan Dana Indonesia (ALUDI) dan 13 lembaga SCF untuk merealisasikan rencana tersebut.

Pemerintah mengajak ALUDI dan anggotanya untuk dapat bersama-sama menyusun instrumen pembiayaan bagi UKM berupa surat utang kolektif. Surat utang ini diharapkan, dapat menjadi salah satu pilihan bagi UKM untuk memperoleh pembiayaan jangka menengah.

"Dari pembahasan yang dilakukan, mereka tertarik dengan rencana penerbitan surat utang kolektif yang akan dilakukan oleh UKM, terutama karena adanya investor yang berasal dari institusi sebagai standby buyer, sehingga surat utang kolektif yang diterbitkan kemungkinan dapat terjual dengan baik," kata Temmy, Selasa (14/2).

Untuk mendorong penerbitan surat utang kolektif, pihaknya akan melakukan open call. Nantinya, calon UKM yang berminat akan diminta untuk mendaftar. Kemenkop UKM melakukan verifikasi dan kurasi UKM, yang selanjutnya UKM tersebut akan diajukan untuk dapat menjadi calon penerbit surat utang kolektif pada SCF.

Namun, menurut Temmy, tidak semua UKM bisa melakukan penerbitan surat utang kolektif. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh UKM, antara lain, harus memiliki badan hukum terlebih dahulu, minimal memiliki CV atau PT. Persyaratan lainnya adalah mempunyai laporan keuangan secara rutin yang diterbitkan setiap tahun.


Sumber: https://www.republika.id/posts/37539/umkm-butuh-keberpihakan-perbankan

Comments

Popular posts from this blog

KB Bukopin Bersama PT Industri Kapal Indonesia Berikan Layanan Pensiun

KB Bukopin Jadi Bank Swasta Pertama Terbitkan Obligasi Sosial di Indonesia

KB Bukopin Teken MoU Manfaat Pensiun PT Industri Kapal Indonesia